Kamis, 10 Desember 2015

HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM PERENCANAAN PENDIDIKAN




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perencanaan merupakan sebuah proses pemantauan kemajuan dalam mengimplementasikan sebuah strategi atau melaksanakan sebuah proyek, memudahkan tanggung jawab, dan pengordinasian. Jadi, perencanaan pendidikan merupakan suatu yang sangat urgen dan dapat memberi manfaat bagi keberhasilan aktivitas pendidikan.
Secara umum, perencanaan membantu untuk menghindari penundaan-penundaan yang disebabkan kegagalan melaksanakan suatu tindakan, dan untuk kembali mengambil tindakan sedini mungkin atas kegagalan. Di samping itu, perencanaan juga dapat membantu dalam mengestimasi biaya-biaya dari strategi
yang diajukan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada seorang Pengelola pendidikan  untuk memanajemen apa-apa yang harus dilakukan.
Manajemenpendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan.[1]
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan out put yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya manajemen pendidikan diterapkan.
Manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan, sehingga menghasilkan out put yang diinginkan. Kenyataannya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya, karena manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak  bisa diwujudkan. Parahnya, terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari  akan hal itu.
Dengan manajemen pendidikan dapat digunakan dalam proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya, untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan Good Management Practice untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal yang eksklusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa hal tersebut bukanlah suatu hal yang penting,
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait manajemen pendidikan antara lain Sasaran Pendidikan, Manajemen Guru, Peningkatan Pengawasan, Manajer Pendidikan, Partisipasi Manajer Bisnis, Aliansi antar sekolah, dan Kebijakan Pemerintah.[2]
Sasaran Pendidikan termasuk aspek afektif. Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana tingkat afektifitas yang dimiliki oleh anak didik, apakah menjadi lebih saleh, berbudi pekerti, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Inilah tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan.
Keberhasilan manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta manajer/pengelola pendidikan. Selama ini banyak peran ganda yang dijalankan oleh komponen pendidikan, seperti guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan. Efisiensi biaya sering dijadikan alasan, meski urusan manajemen sangat berbeda dengan urusan belajar-mengajar.
Dalam manajemen pendidikan memerlukan partisipasi manajer bisnis. Dalam membenahi manajemen pendidikan, tidak ada salahnya bagi penyelenggara pendidikan untuk memanfaatkan keterampilan manajerial para manajer bisnis. Fungsi manajemen bersifat universal dan keterampilan manajemen dapat ditransfer dari satu bidang ke bidang lain.
Aliansi antar institusi pendidikan bisa menjadi jalan memajukan institusi pendidikan, sehingga dapat belajar dari good management practice lembaga pendidikan lain. Salah satu faktor eksternal lainnya adalah kebijakan pemerintah yaitu  berupa keterlibatan pemerintah dalam pendidikan juga mempengaruhi manajemen pendidikan di negara tersebut.
Singkatnya, manajemen pendidikan sangat diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan. Meski demikian, penerapannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak tantangan dan problematika yang harus dihadapi, Semua pihak harus bekerja sama menyelesaikan problematika tersebut agar cita-cita pendidikan bisa terealisasi. Dengan kata lain manajemen yang baik memerlukan perencanaan yang matang, berikut dengan konsep dan pelaksanaan yang tepat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana mengatasi hambatan dalam perencanaan pendidikan?
2.      Bagaimana solusi menghadapi tantangan dalam perencanaan pendidikan?



BAB II
PEMBAHASAN

Terkadang dalam sebuah perencanaan kita kurang bisa memprediksikan hambatan-hambatan yang sekiranya  akan ada dalam proses pelaksanaan, sehingga terkadang kita kesulitan dalam mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Tugas merencanakan sesuatu sering kali tidak bisa dijalankan dengan baik sehingga perencanaan itu tidak tepat, selain itu sering pula pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan yang direncanakan. Keadaan yang demikian itu disebabkan[3]
a.       Para perencana tidak cakap untuk melihat kemuka dengan tepat
b.      Kewenangan – kewenangan atau kekuasaan tidak jelas, samar-samar sehingga pelaksanaan bertindak ragu-ragu dalam mengerjakan tugas.
c.       Anggaran yang diberikan tidak cukup untuk melaksanakan pekerjaan, karena itu juga tidak sesuai dengan rencana anggaran dalam perencanaan.
d.      Tidak ada bantuan penduduk dan tidak ada “moral suport”, umpamanya suatu rencana yang diterima dengan dingin oleh masyarakat ketika rencana itu akan dikerjakan.
Menurut Stoner James, A.F. (1988) ada dua jenis hambatan utama terhadap pengembangan rencana yang efektif, yaitu;[4]
1.      Perlawanan internal para calon perencana terhadap penetapan sasaran dan penyusunan rencana untuk mencapainnya. Dengan kata lain, adanya keengganan untuk menetapkan sasaran.
2.      Yang terdapat diluar perencana, yaitu keenggaan dan menolak rencana yang membawa perubahan dalam organisasi.
Ada sejumlah alasan sehingga seorang perencana merasa enggan atau sama sekali gagal menetapkan sasaran, yaitu :
ü  Keengganan untuk mengorbankan sasaran alternatif
ü  Ketakutan terhadap kegagalan
ü  Kurang pengetahuan tentang organisasi
ü  Kurang pengetahuan tentang lingkungan
ü  Kurang kepercayaan diri.
Untuk mengantisipasi hal ini maka kita perlu untuk melakukan Forcasting. Forcasting adalah membuat prakiraan dengan mengantisipasi ke depan. Prakiraan tersebut didasarkan atas faktor-faktor organisasi pendidikan baik yang bersifat kondisional maupun situasional. Dimensi waktu yang harus dilibatkan ialah dimensi kelampauan, dimensi kekinian dan dimensi keakanan[5]
Berarti, masa lampau dan masa kini organisasi pendidikan, dengan segala faktor kondisional dan situasionalnya, dikaji terlebih dahulu sebelum hal-hal yang akan dilakukan tersebut dirumuskan. Dengan demikian, apa yang pada masa lampau dan masa kini berhasil dapat diulangi dan bahkan ditingkatkan, sedangkan yang gagal dapat dijadikan sebagai pelajaran. Dengan mengkaji masa lampau dan masa kini organisasi pendidikan, hal-hal yang akan dilakukan tersebut dapat dirumuskan secermat mungkin, dan ada kesinambungannya dengan apa yang dilakukan pada masa lampau.
Namun jika permasalahan tersebut sudah ada di hadapan kita pada saat proses pelaksanaan perencanaan, maka langlah yang harus kita ambil adalah mengidentifikasi masalah. Ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi dan mengkonfirmasikan permasalahan yang dihadapi oleh sekolah kepada: pengurus yayasan, kepala sekolah, tenaga kependidikan (guru dan staf), anak didik, orang tua, masyarakat, dewan sekolah, kepala sekolah yang menjadi kelanjutan sekolah tersebut, dan sebagainya.
Masalah-masalah yang diidentifikasi hendaknya yang seobjektif mungkin dan seriil mungkin, dan bukan terkaan sumber data. Masalah-masalah tersebut dapat digali dengan penyebaran angket, pengamatan, penggalian data dokumenter dan wawancara. Dari kegiatan identifikasi masalah ini akan didapatkan banyak masalah yang dapat diangkat guna dicarikan alternatif pemecahannya.
Kemudian digali juga alternatif penyebab munculnya masalah. Satu permasalahan dimungkinkan oleh lebih dari satu alternatif penyebab. Alternatif penyebab masing-masing masalah tersebut, hendaknya yang seriil mungkin, ialah yang dialami oleh sekolah tersebut beserta komponen-komponennya. Sebab, jika alternatif penyebab dan yang dikemukakan di sini bukan yang rill, maka alternatif pemecahan yang akan dipecahkan juga menjadi tidak rill.
Selanjutnya adalah mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah, di sini haruslah dipertimbangkan masalah dan alternatif pemecahannya. Suatu masalah yang sama, dengan alternatif penyebab yang berbeda, bisa membutuhkan alternatif pemecahan masalah yang berbeda, dan bisa juga membutuhkan alternatif pemecahan masalah yang sama. Semakin banyak alternatif pemecahan masalah yang diajukan, akan semakin mudah didapatkan alternatif pemecahan masalah yang lebih tepat.
Guna menentukan alternatif pemecahan masalah yang tertepat, diperlukan faktor pendukung yang berupa sumber-sumber potensial dari perencanaan tersebut, dan faktor penghambatnya agar dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan altenatif  dalam mencari solusi yang paling tepat.
Setelah diperhatikan dengan seksama, serta berdasarkan banyaknya faktor pendukung dan faktor penghambat, alternatif-alternatif pemecahan masalah yang telah diajukan, dapat dipilih. Alternatif pemecahan yang dipilih inilah yang yang bisa menjadi solusi bagi permasalahan perencanaan dalam pendidikan. Adapun cara mengatasinya sebagaiberikut:[6]
1.      Melibatkan para pegawai, terutama mereka yang terkena pengaruh dalam proses perencanaan.
2.      Memberikan banyak informasi kepada para pegawai tentang rencana dan kemungkinan akibat-akibatnya sehingga mereka memahami perlunya perubahan, manfaat yang diharapkan dan apa yang diperlukan untuk pelaksanaan yang efektif.
3.      Mengembangkan suatu pola perencanaan dan penerapan yang efektif, suatu “track record” yang berhasil mendorong kepercayaan kepada para pembuat rencana serta menyebabkan rencana baru tersebut diterima
4.      Menyadari dampak dari perubahan-perubahan yang diusulkan oleh para anggota organisasi dan memperkecil gangguan yang tidak perlu.
B.     Tantangan dalam perencanaan pendidikan
Jika ditelaah dari segi fungsi, maka istilah pendidikan menurut UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TUHAN Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggungjawab. Program yang bagus memang, hanya sayang, ketika hal itu diturunkan dalam praktek nyata, pada umumnya pendidikan di Indonesia masih terjadi berbagai hal yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan dan ketidaksuksesan pendidikan yakni antara lain[7]:
  1. Terlalu cepatnya perubahan Kurikulum. Seiring dengan semakin meningkatnya keinginan untuk memajukan pendidikan bangsa, terkadang unsur-unsur dunia pendidikan berlomba-lomba untuk menciptakan suatu kreasi dan penciptaan baru di dunia pendidikan yang akan membawa perubahan dan kemajuan termasuk salah satunya adalah perubahan kurikulum. Hanya sayang, perubahan kurikulum yang terlalu cepat terkadang malah menjadikan Dunia Pendidikan sendiri menjadi tidak mampu meraih hasil maksimal. Guru yang merupakan unsur terpenting dalam dunia ini malah kerap merasa kebingungan untuk menentukan sikap lantaran mereka jadi dituntut harus menyesuaikan diri dengan cepat dengan perubahan kurikulum tersebut. Akibatnya, waktu pelaku utama pendidikan yang seharusnya bertugas utama menyebarkan ilmu pengetahuan kepada murid ini malah menjadi tersita akibat terlalu lamanya mereka berkutat dengan administrasi dan segala tetek bengek yang disyaratkan dalam tiap perubahan kurikulum.
  2. Kesulitan Mengilmiahkan Ilmu dalam kegiatan sehari-hari. Sudah bukan rahasia lagi, negara kita ini lebih terkenal dengan sistem ilmu teori-nya daripada praktek nyata. Padahal, kebutuhan sejati dari ilmu pengetahuan yang dituntut dalam sekolah adalah bagaimana cara mendidik tunas bangsa agar ketika mereka nanti ketika sudah lulus dari sekolah bisa mengembangkan keterampilan sekaligus pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah agar bisa tampil handal dalam masyarakat umum.
  3. Memberi kepastian. Karena perubahan yang terjadi, maka manusia ingin adanya kepastian pada segala sesuatu, termasuk kebutuhan kognitifnya. Ini berarti, adanya kemampuan dari dunia pendidikan untuk menyingkirkan, atau paling sedikit mulai mengurangi ketidakpastian yang mendalam [yang ada dalam diri peserta didik] untuk mencapai suatu kepastian.
  4. Penggunaan tekhnologi tinggi dalam pendidikan. Teknologi diperlukan dalam pembangunan. Pembangunan adalah segala kegiatan manusia untuk memenuhi keperluan dan meningkatkan taraf hidupnya. Karena untuk meningkatkan taraf hidup tersebut, melalui pendidikan manusia mengembangkan tekhnologi. Kemudian memakai hasil tekhnologi yang didapat dan dikembangkannya untuk membantu dan mengembangkan pendidikan. Jadi, melalui pendidikan, manusia menghasilkan teknologi; dan dengan tekhnologi manusia mengembangkan pendidikan. Artinya, setiap institusi pendidikan akan berusaha dapat mempergunakan hasil tekhnologi dalam pendidikan.
  5. Pendidikan [harus] terfokus pada manusia dan kemanusiaanya sekaligus bersifat manusiawi; artinya berdampak perubahan pada manusia.
  6. Pendidikan harus selaras dan mampu mengembangkan iptek; dan iptek menghasilkan aneka barang atau benda serta jasa untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan manusia dan masyarakat.
  7. Memberi perhatian besar pada HAM. Modernisasi, juga menjadikan manusia menemukan makna hidupnya serta kesamaan universal sebagai sesama manusia di manapun mereka berada. Karena kesamaan universal itu, memunculkan perhatian pada harkat, harga diri, serta nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, jika terjadi pelanggaran terhadap hal-hal yang menyangkut kemanusiaan seseorang, maka akan menadapat sorotan secara internasionbal. Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, peserta didik dihadapkan dengan pelanggaran HAM yang terjadi setiap hari. Oleh sebab itu, pendidikan harus memberi porsi yang besar terhadap segala sesuatu yang menyangkut HAM. Hal tersebut dilakukan agar peserta didik terpanggil utnuk memperjuangkan HAM untuk pribadinya, bangsa dan negara, serta umat manusia secara universal.
  8. Melakukan perbaikan terhadap informasi sampah yang diterima peserta didik. Pada umumnya, peserta didik di masyarakat dunia ketiga [termasuk Indonesia] berada atau hidup dalam situasi tiga millenium sekaligus; mereka akan menadapat arus informasi yang [mungkin] bertolak belakang dengan nilai-nilai hidup dan kehidupannya. Oleh sebab itu, institusi pendidikan [formal dan informal] harus mampu memberikan informasi yang benar dan tepat serta menyeluruh sehingga mampu melindungi peserta didik dari ekses-ekses informasi sampah.
  9. Adanya upaya mencari keuntungan melalui pendidikan. Pada masa kini [dan mungkin akan terus berlangsung] setiap manusia menginginkan apapun yang dilakukannya menghasilkan keuntungan secara ekonomi. Hal itu pun terjadi pada pendidikan; sehingga menjadi industri pendidikan. Ini berarti, penyelenggara pendidikan [yang berinvestasi pada insitusi pendidikan] berusaha mendapat keuntungan dari institusi yang dikelolanya. Dan upaya untuk mendapat keuntungan tersebut, menjadikan peserta didik akan membayar mahal kepada penyelengara pendidikan. Jika itu terjadi, maka pendidikan yang telah menjadi industri pendidikan tersebut, akan menghasilkan atau menjadikan orang-orang yang berusaha agar mendapatkan kembali kerugian karena membayar mahal selama pendidikan. Akibat dari upaya mendapatkan kembali tersebut, akan menghasilkan manusia serakah yang hanya berorientasi keuntungan ekonomi, egois, materialistik, korupsi, kolusi, nepotisme, manipulasi sekaligus merugikan dan mengkesampingkan kepentingan umum, serta mengacaukan hidup dan kehidupan masyarakat.
  10. Minimnya fasilitas, prasarana, sarana pendukung pendidikan. Minimnya anggaran negara untuk perbaikan pendidikan dan kesejahteraan para pendidik, juga merupakaan sumbangan kepada ketidakmajuan pendidikan pada berbagai daerah di Indonesia. Pada banyak tempat di Indonesia, ditemukan sekolah-sekolah yang rusak serta minim fasilitas; hanya mempunyai dua atau tiga guru yang mengajar untuk semua kelas; anak-anak usia sekolah tidak mempunyai kesempatan belajar, karena berbagai kendala sosial dan ekonomi; dan lain sebagainya.
  11. Pendidikan harus menghasilkan ilmuwan yang bertanggungjawab kepada kesejahteraan semua umat manusia; artinya ia harus mengaplikasikan semua pengetahuannya dalam bentuk hal-hal positip dan membangun demi kelangsungan hidup dan kehidupan. Ilmuwan yang bertanggungjawab dan komitmen pada profesinya, dan harus berani mengkesampingan batas-batas SARA; ia mampu merubah manusia menjadi lebih baik sesuai bidangnya tanpa mempersoalkan latar belakang orang tersebut
Solusi menghadapi tantangan masa depan pendidikan di Indonesia
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi tantangan pendidikan ialah dengan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yaitu usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain: Proyek Perpustakaan, Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid/BSM dll. Selain itu juga memberikan penghargaan kepada insan pendidikan, meningkatkan profesionlisme guru dan pendidik, sebisa mungkin kurangi dan berantas korupsi karena sangat merugikan negara.
Dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, pendidik merupakan pemegang peran yang amat sentral. Guru adalah jantungnya pendidikan. Tanpa denyut dan peran aktif guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum dan perencanaan strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, tidak akan membuahkan hasil optimal. Artinya, pendidikan yang baik dan unggul tetap akan tergantung pada kondisi mutu guru. Beberapa upaya untuk meningkatkan mutu guru adalah sebagai berikut:[8]
1.      Sertifikasi guru
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Hingga saat ini sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan pelaksanaan sertifikasi dilakukan dalam bentuk portofolio sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007.
Sertifikasi guru dalam jabatan merupakan kebijakan pemerintah untuk memenuhi standar guru yang dipersyaratkan, yaitu memiliki kualitas akademik minimal S-1/D-IV yang relevan dan memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran (agent of learning) dan key person in the classroom (Davies dan Ellison, 1992). Sertifikasi guru merupakan upaya peningkatan mutu guru yang disertai peningkatan kesejahteraan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di tanah air secara berkesinambungan. Bentuk kesejahteraan guru adalah tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji dan diberikan apabila seorang guru telah memperoleh sertifikat pendidik.
Sertifikasi guru memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk memberikan kesejahteraan yang lebih baik kepada guru, dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas guru. Namun demikian, dalam pelaksanaan sertifikasi guru perlu adanya pengawasan. Jika tidak dikhawatirkan akan terjadi praktik-praktik yang tidak seharusnya dilakukan seperti KKN yang dilakukan antara institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan uji sertifikasi dengan para guru yang berkeinginan sekali untuk lulus dan mendapat sertifikat pendidik. Oleh karena itu, baik pemerintah, masyarakat, dan organisasi profesi pendidik terutama PGRI serta organisasi sejenis harus saling bersinergi dan bekerja keras untuk mengawasi dan memantau pelaksanaan sertifikasi sehingga benar-benar dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan. Jika diperlukan, bisa dibentuk lembaga pemantau dan pengawas independen  pelaksanaan sertifikasi guru.
2.      Continuous Professional Development (CPD)
Upaya lain yang dilakukan dalam rangka peningkatan mutu dan profesionalisme guru  juga telah dilakukan oleh pemerintah. Peningkatan profesionalisme dilakukan melalui pendidikan, pelatihan-pelatihan singkat maupun berkesinambungan, dengan pembiayaan dari pemerintah, yang dikenal dengan Continuous Professional Development (CPD). Beberapa upaya yang dilakukan dengan pendekatan CPD ini adalah dengan memberdayakan unsur-unsur sebagai berikut.
a.      KKG (Kelompok Kerja Guru) dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
KKG merupakan kelompok atau forum musyawarah kerja guru di tingkat pendidikan dasar, sedangkan MGMP yaitu forum musyawarah kerja guru di tingkat pendidikan menengah, yang tercatat dan diakui keberadaannya oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan.
Kaitannya dengan kualifikasi dan sertifikasi guru maka KKG/MGMP dapat menjadi tempat para guru untuk saling membantu dalam meningkatkan kemampuannya guna mencapai kualifikasi standar guru yang disyaratkan (S1/D4) dan sertifikasi profesi sebagai guru. Dalam KKG/MGMP para guru dapat saling belajar dan saling memberikan semangat untuk maju bersama meningkatkan kualifikasi dan profesionalitasnya secara terus menerus.
b.      KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah)
Kepala sekolah dapat beperan positif terhadap perkembangan para guru,  yaitu para kepala sekolah mampu meningkatkan potensi guru-guru sekaligus memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk maju bagi para guru guna meningkatkan komitmen tanggung jawab tugasnya.
Para guru perlu mendapatkan dorongan kuat dari para kepala sekolah untuk berani keluar dari dunia rutinitas hariannya masuk kedalam dunia dinamis yang merupakan syarat dari sutau perkembangan profesionalisme para guru itu sendiri dalam rangka meningkatkan kompetensi untuk mendukung tugas luhurnya sebagai guru yang profesional.
Sebaliknya kepala sekolah dapat menjadi penghambat perkembangan para guru, jika para guru tidak mendapat dukungan untuk secara dinamis mengembangkan potensinya dengan berinteraksi dengan jaringan guru-guru dari satuan pendidikan lainnya dan lembaga-lembaga lainnya. Dengan interaksi keluar yang terarah maka para guru akan mendapatkan berbagai best practices dari jaringannya sehingga individualnya akan terbangkitkan untuk maju bersama rekan guru lainnya.
c.       LPMP dan P4TK
Dalam upaya menumbuhkembangkan KKG dan MGMP, perlu mendapatkan pasokan informasi, material dan juga finansial secara sistematis sampai mereka menjadi grup-grup dinamis yang dapat mengembangkan dan membiayai kelompoknya sendiri. Lembaga yang dapat memberikan masukan diantaranya Lembaga Penjaminan Mutu Pendidik (LPMP) dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK). Fungsi LPMP dan P4TK terkait dengan pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan adalah antara lain:
a.       LPMP dan P4TK dapat berperan dalam mengembangkan profesionalisme guru melalui berbagai kegaiatan dengan bekerjasama dengan KKG/MGMP.
b.      LPMP dan P4TK dapat membuat jaringan kerja dinamis dengan seluruh KKG/MGMP di daerahnya masing-masing.
c.       Pembuatan jaringan dapat dimulai dengan pendataan profil dan pemetaan KKG/MGMP, membuat perencanaan pengembangan jaringan kerja yang menghubungakan antara KKG/MGMP dan LPMP dan P4TK.
d.      Selanjutnya LPMP/P4TK dapat mendorong para vocal point (wakil aktif) tiap-tiap KKG/MGMP untuk selalu saling berinteraksi melalui berbagai media baik Email, SMS, telepon, pertemuan langsung dan lain-lain. Semakin intensif  interaksi antar mereka semakin cepat perkembangan KKG/MGMP dan juga perkembangan LPTK dan P4TK.
d.      Perguruan Tinggi (PT/LPTK)
Lembaga Perguruan Tinggi baik LPTK maupun Perguruan Tinggi umum lainnya mempunyai peranan signifikan dalam peningkatan profesionalisme guru:
a)      Perguruan Tinggi dapat menyumbangkan andilnya dalam menjalin kerjasama dan akses networking dengan para guru atau KKG/MGMP.
b)      Perguruan Tinggi dapat menjadi acuan kemajuan dalam bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan para guru dalam mengaktualisasikan pengetahuannya.
c)      Perguruan Tinggi dapat melakukan kegiatan-kegiatan di satuan-satuan pendidikan guna ikut mengaktifkan guru-guru dan menjalin hubungan kerjasama pengembangan pedidikan. Dengan semakin banyak persinggungan antara para guru dalam KKG/MGMP maka semangat peningkatan kualifikasi guru akan semakin meningkat.
d)     Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Perguruan Tinggi dapat diarahkan guna ikut membina satuan-satuan pendidikan beserta tenaga gurunya, sehingga secara reguler mendapatkan suntikan motivasi, tenaga dan informasi dari mahasiswa dan dosen-dosen perguruan tinggi.
e)      Perguruan tinggi dapat melakukan networking ke satuan-satuan pendidikan dan KKG/MGMP atau sebaliknya guna saling memahami permasalahan yang ada dan selanjutnya mejalin kerjasama.
e.        Assosiasi profesi
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru berkelanjutan, peranan assosiasi profesi guru yang ada sangat signifikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut.
a.       LPMP/P4TK dan KKG/MGMP dapat menjalin kerjasama dengan assosiasi guna lebih mengembangkan sayap kerjanya untuk meningkatkan mutu guru.
b.      Assosiasi dapat bekerjasama dalam menggerakkan dinamika guru dengan berbagai macam kegaiatan yang mengarah pada pemberdayaan individu dan kelompok guru. Bagi assosiasi hal ini sangat penting karena asosiasi akan semakin mendapat legitimasi luas sebagai organisisi yang benar-benar memperjuangkan kemajuan guru.
c.       Asosiasi dapat mengembangkan hubungan kerja LPMP/P4TK, KKG/MGMP dan guru secara networking, dimana  ”saling tergantung” diubah menjadi  ”saling mendukung”, dari ”saling berebut”  menjadi ”saling berbagi” dan dari ”saling berusaha merugikan” menjadi ”saling berusaha menguntungkan”, dari “saling menyembunyikan informasi” menjadi “saling sharing informasi”, dan sebagainya.











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Adanya perencanaan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan setiap pekerjaan yang sedang dijalankan, sehingga dapat diberikan suatu evaluasi untuk mengatasi sebuah hambatan – hambatan yag dihadapi, sehingga dapat menghasilkan suatu pekerjaan yang maksimal.
Dua jenis hambatan utama terhadap pengembangan rencana yang efektif, yaitu
a.       Perlawanan internal.
b.      Yang terdapat di luar (Perlawan eksternal)
Adapun cara mengatasinya sebagaiberikut:
1.      Melibatkan para pegawai,
2.      Memberikan banyak informasi kepada para pegawai tentang rencana dan kemungkinan akibat-akibatnya sehingga mereka memahami perlunya perubahan, manfaat yang diharapkan dan apa yang diperlukan untuk pelaksanaan yang efektif.
3.      Mengembangkan suatu pola perencanaan dan penerapan yang efektif,
4.      Menyadari dampak dari perubahan-perubahan yang diusulkan oleh para anggota organisasi dan memperkecil gangguan yang tidak perlu.
Terdapat beberapa tantangan masa depan pendidikan di Indonesia, antara lain:
a.       Kualitas pendidikan
b.      Kualitas kurikulum
c.       Guru
d.      Relevansi pendidikan
e.       Pemerataan pendidikan
Beberapa upaya untuk meningkatkan mutu atau kualitas guru adalah sebagai berikut:
a.       Sertifikasi guru
b.      Continuous Professional Development (CPD)
B. Saran
Semua elemen sekolah dan juga pemerintah harus bersinergi secara positif untuk mewujudkan masa depan pendidikan yang berkualitas.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca khususnya dan pelajaran bagi penulis sendiri. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Semoga bermanfa’at.














DAFTAR PUSTAKA
Adriand, Indra Jaya Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Pendidikan, indrajayaadriand.wordpress.com, 2008
Asnawir, Manajemen Pendidikan, Padang: IAIN IB Press, 2006
Yayat M. Herujito, dasar-dasar manajemen, (PT Grasindo, jakarta :2001)
Ibid, hal. 98
Rusliana,Ade, Blog Manajemen Pendidikan Indonesia, http://www.smanraja.blogspot.com/2007/08/model-model-perencanaan-pendidikan
Yayat M. Herujito, dasar-dasar manajemen, (PT Grasindo, jakarta :2001).
Adelia Sandra http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/tantangan-masa-depan-pendidikan-di.html
http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/tantangan-masa-depan-pendidikan-di.html


[1] Adriand, Indra Jaya , Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Pendidikan, indrajayaadriand.wordpress.com, 2008/04/04
[2] Asnawir, Manajemen Pendidikan, Padang: IAIN IB Press, 2006.
[3] Yayat M. Herujito, dasar-dasar manajemen, (PT Grasindo, jakarta :2001) cet. 1, Hal. 97
[4] Ibid, hal. 98
[5] Rusliana,Ade, Blog Manajemen Pendidikan Indonesia, http://www.smanraja.blogspot.com/2007/08/model-model-perencanaan-pendidikan
[6] Yayat M. Herujito, dasar-dasar manajemen, (PT Grasindo, jakarta :2001) cet. 1, Hal.98.
[7] Adelia Sandra http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/tantangan-masa-depan-pendidikan-di.html
[8] http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/tantangan-masa-depan-pendidikan-di.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar