BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perencanaan
merupakan sebuah proses pemantauan kemajuan dalam mengimplementasikan sebuah
strategi atau melaksanakan sebuah proyek, memudahkan tanggung jawab, dan
pengordinasian. Jadi, perencanaan pendidikan merupakan suatu yang sangat urgen
dan dapat memberi manfaat bagi keberhasilan aktivitas pendidikan.
Secara umum, perencanaan membantu untuk menghindari penundaan-penundaan
yang disebabkan kegagalan melaksanakan suatu tindakan, dan untuk kembali
mengambil tindakan sedini mungkin atas kegagalan. Di samping itu, perencanaan
juga dapat membantu dalam mengestimasi biaya-biaya dari strategi
yang diajukan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada seorang Pengelola pendidikan untuk memanajemen apa-apa yang harus dilakukan.
yang diajukan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada seorang Pengelola pendidikan untuk memanajemen apa-apa yang harus dilakukan.
Manajemenpendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya
pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan,
laboratorium, dan lain-lain untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan.[1]
Kemajuan
suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM bangsa tersebut. Kualitas SDM
tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa.
Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan out put
yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya manajemen pendidikan diterapkan.
Manajemen
pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan
pendidikan, sehingga menghasilkan out put yang diinginkan. Kenyataannya,
banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam
pengelolaan pendidikannya, karena manajemen yang digunakan masih konvensional,
sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari
modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang
seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya,
terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu.
Dengan
manajemen pendidikan dapat digunakan dalam proses untuk mengkoordinasikan
berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan
seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya, untuk mencapai tujuan dan
sasaran pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam
perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan Good Management Practice untuk
pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal yang
eksklusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa hal tersebut
bukanlah suatu hal yang penting,
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan terkait manajemen pendidikan antara lain Sasaran
Pendidikan, Manajemen Guru, Peningkatan Pengawasan, Manajer Pendidikan,
Partisipasi Manajer Bisnis, Aliansi antar sekolah, dan Kebijakan Pemerintah.[2]
Sasaran
Pendidikan termasuk aspek afektif. Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan
adalah sejauh mana tingkat afektifitas yang dimiliki oleh anak didik, apakah
menjadi lebih saleh, berbudi pekerti, memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Inilah tantangan
yang harus dijawab oleh pendidikan.
Keberhasilan
manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta manajer/pengelola
pendidikan. Selama ini banyak peran ganda yang dijalankan oleh komponen
pendidikan, seperti guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan.
Efisiensi biaya sering dijadikan alasan, meski urusan manajemen sangat berbeda
dengan urusan belajar-mengajar.
Dalam
manajemen pendidikan memerlukan partisipasi manajer bisnis. Dalam membenahi
manajemen pendidikan, tidak ada salahnya bagi penyelenggara pendidikan untuk
memanfaatkan keterampilan manajerial para manajer bisnis. Fungsi manajemen
bersifat universal dan keterampilan manajemen dapat ditransfer dari satu bidang
ke bidang lain.
Aliansi
antar institusi pendidikan bisa menjadi jalan memajukan institusi pendidikan,
sehingga dapat belajar dari good management practice lembaga pendidikan lain.
Salah satu faktor eksternal lainnya adalah kebijakan pemerintah yaitu
berupa keterlibatan pemerintah dalam pendidikan juga mempengaruhi
manajemen pendidikan di negara tersebut.
Singkatnya,
manajemen pendidikan sangat diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan
pendidikan. Meski demikian, penerapannya ternyata tidak sesederhana yang
dibayangkan. Ada banyak tantangan dan problematika yang harus dihadapi, Semua
pihak harus bekerja sama menyelesaikan problematika tersebut agar cita-cita
pendidikan bisa terealisasi. Dengan kata lain manajemen yang baik memerlukan
perencanaan yang matang, berikut dengan konsep dan pelaksanaan yang tepat.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
mengatasi hambatan dalam perencanaan pendidikan?
2. Bagaimana solusi menghadapi tantangan dalam
perencanaan pendidikan?
BAB
II
PEMBAHASAN
Terkadang
dalam sebuah perencanaan kita kurang bisa memprediksikan hambatan-hambatan yang
sekiranya akan ada dalam proses pelaksanaan, sehingga terkadang kita
kesulitan dalam mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Tugas
merencanakan sesuatu sering kali tidak bisa dijalankan dengan baik sehingga
perencanaan itu tidak tepat, selain itu sering pula pelaksanaan pekerjaan tidak
sesuai dengan yang direncanakan. Keadaan yang demikian itu disebabkan[3]
a.
Para perencana tidak cakap untuk melihat kemuka dengan
tepat
b.
Kewenangan – kewenangan atau kekuasaan tidak jelas,
samar-samar sehingga pelaksanaan bertindak ragu-ragu dalam mengerjakan tugas.
c.
Anggaran yang diberikan tidak cukup untuk melaksanakan
pekerjaan, karena itu juga tidak sesuai dengan rencana anggaran dalam
perencanaan.
d.
Tidak ada bantuan penduduk dan tidak ada “moral suport”,
umpamanya suatu rencana yang diterima dengan dingin oleh masyarakat ketika
rencana itu akan dikerjakan.
Menurut Stoner
James, A.F. (1988) ada dua jenis hambatan utama terhadap pengembangan rencana
yang efektif, yaitu;[4]
1. Perlawanan internal para calon perencana terhadap
penetapan sasaran dan penyusunan rencana untuk mencapainnya. Dengan kata lain,
adanya keengganan untuk menetapkan sasaran.
2. Yang terdapat diluar perencana, yaitu keenggaan dan
menolak rencana yang membawa perubahan dalam organisasi.
Ada sejumlah
alasan sehingga seorang perencana merasa enggan atau sama sekali gagal
menetapkan sasaran, yaitu :
ü Keengganan untuk mengorbankan sasaran alternatif
ü Ketakutan terhadap kegagalan
ü Kurang pengetahuan tentang organisasi
ü Kurang pengetahuan tentang lingkungan
ü Kurang kepercayaan diri.
Untuk
mengantisipasi hal ini maka kita perlu untuk melakukan Forcasting. Forcasting
adalah membuat prakiraan dengan mengantisipasi ke depan. Prakiraan tersebut
didasarkan atas faktor-faktor organisasi pendidikan baik yang bersifat
kondisional maupun situasional. Dimensi waktu yang harus dilibatkan ialah
dimensi kelampauan, dimensi kekinian dan dimensi keakanan[5]
Berarti,
masa lampau dan masa kini organisasi pendidikan, dengan segala faktor
kondisional dan situasionalnya, dikaji terlebih dahulu sebelum hal-hal yang
akan dilakukan tersebut dirumuskan. Dengan demikian, apa yang pada masa lampau
dan masa kini berhasil dapat diulangi dan bahkan ditingkatkan, sedangkan yang
gagal dapat dijadikan sebagai pelajaran. Dengan mengkaji masa lampau dan masa
kini organisasi pendidikan, hal-hal yang akan dilakukan tersebut dapat
dirumuskan secermat mungkin, dan ada kesinambungannya dengan apa yang dilakukan
pada masa lampau.
Namun
jika permasalahan tersebut sudah ada di hadapan kita pada saat proses
pelaksanaan perencanaan, maka langlah yang harus kita ambil adalah
mengidentifikasi masalah. Ini dilakukan dengan cara mengeksplorasi dan mengkonfirmasikan
permasalahan yang dihadapi oleh sekolah kepada: pengurus yayasan, kepala
sekolah, tenaga kependidikan (guru dan staf), anak didik, orang tua,
masyarakat, dewan sekolah, kepala sekolah yang menjadi kelanjutan sekolah
tersebut, dan sebagainya.
Masalah-masalah
yang diidentifikasi hendaknya yang seobjektif mungkin dan seriil mungkin, dan
bukan terkaan sumber data. Masalah-masalah tersebut dapat digali dengan
penyebaran angket, pengamatan, penggalian data dokumenter dan wawancara. Dari
kegiatan identifikasi masalah ini akan didapatkan banyak masalah yang dapat
diangkat guna dicarikan alternatif pemecahannya.
Kemudian
digali juga alternatif penyebab munculnya masalah. Satu permasalahan
dimungkinkan oleh lebih dari satu alternatif penyebab. Alternatif penyebab
masing-masing masalah tersebut, hendaknya yang seriil mungkin, ialah yang
dialami oleh sekolah tersebut beserta komponen-komponennya. Sebab, jika
alternatif penyebab dan yang dikemukakan di sini bukan yang rill, maka
alternatif pemecahan yang akan dipecahkan juga menjadi tidak rill.
Selanjutnya
adalah mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah, di sini haruslah
dipertimbangkan masalah dan alternatif pemecahannya. Suatu masalah yang sama,
dengan alternatif penyebab yang berbeda, bisa membutuhkan alternatif pemecahan
masalah yang berbeda, dan bisa juga membutuhkan alternatif pemecahan masalah
yang sama. Semakin banyak alternatif pemecahan masalah yang diajukan, akan
semakin mudah didapatkan alternatif pemecahan masalah yang lebih tepat.
Guna
menentukan alternatif pemecahan masalah yang tertepat, diperlukan faktor
pendukung yang berupa sumber-sumber potensial dari perencanaan tersebut, dan
faktor penghambatnya agar dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan
altenatif dalam mencari solusi yang paling tepat.
Setelah
diperhatikan dengan seksama, serta berdasarkan banyaknya faktor pendukung dan
faktor penghambat, alternatif-alternatif pemecahan masalah yang telah diajukan,
dapat dipilih. Alternatif pemecahan yang dipilih inilah yang yang bisa menjadi
solusi bagi permasalahan perencanaan dalam pendidikan. Adapun cara mengatasinya
sebagaiberikut:[6]
1.
Melibatkan
para pegawai, terutama mereka yang terkena pengaruh dalam proses perencanaan.
2.
Memberikan
banyak informasi kepada para pegawai tentang rencana dan kemungkinan
akibat-akibatnya sehingga mereka memahami perlunya perubahan, manfaat yang
diharapkan dan apa yang diperlukan untuk pelaksanaan yang efektif.
3.
Mengembangkan
suatu pola perencanaan dan penerapan yang efektif, suatu “track record” yang
berhasil mendorong kepercayaan kepada para pembuat rencana serta menyebabkan
rencana baru tersebut diterima
4.
Menyadari
dampak dari perubahan-perubahan yang diusulkan oleh para anggota organisasi dan
memperkecil gangguan yang tidak perlu.
B. Tantangan
dalam perencanaan pendidikan
Jika ditelaah dari segi fungsi, maka istilah pendidikan
menurut UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 3 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada TUHAN Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta
bertanggungjawab. Program yang bagus memang, hanya sayang, ketika hal itu
diturunkan dalam praktek nyata, pada umumnya pendidikan di Indonesia masih
terjadi berbagai hal yang mengakibatkan terjadinya ketimpangan dan ketidaksuksesan
pendidikan yakni antara lain[7]:
- Terlalu cepatnya perubahan Kurikulum. Seiring dengan semakin meningkatnya keinginan untuk memajukan pendidikan bangsa, terkadang unsur-unsur dunia pendidikan berlomba-lomba untuk menciptakan suatu kreasi dan penciptaan baru di dunia pendidikan yang akan membawa perubahan dan kemajuan termasuk salah satunya adalah perubahan kurikulum. Hanya sayang, perubahan kurikulum yang terlalu cepat terkadang malah menjadikan Dunia Pendidikan sendiri menjadi tidak mampu meraih hasil maksimal. Guru yang merupakan unsur terpenting dalam dunia ini malah kerap merasa kebingungan untuk menentukan sikap lantaran mereka jadi dituntut harus menyesuaikan diri dengan cepat dengan perubahan kurikulum tersebut. Akibatnya, waktu pelaku utama pendidikan yang seharusnya bertugas utama menyebarkan ilmu pengetahuan kepada murid ini malah menjadi tersita akibat terlalu lamanya mereka berkutat dengan administrasi dan segala tetek bengek yang disyaratkan dalam tiap perubahan kurikulum.
- Kesulitan Mengilmiahkan Ilmu dalam kegiatan sehari-hari. Sudah bukan rahasia lagi, negara kita ini lebih terkenal dengan sistem ilmu teori-nya daripada praktek nyata. Padahal, kebutuhan sejati dari ilmu pengetahuan yang dituntut dalam sekolah adalah bagaimana cara mendidik tunas bangsa agar ketika mereka nanti ketika sudah lulus dari sekolah bisa mengembangkan keterampilan sekaligus pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah agar bisa tampil handal dalam masyarakat umum.
- Memberi kepastian. Karena perubahan yang terjadi, maka manusia ingin adanya kepastian pada segala sesuatu, termasuk kebutuhan kognitifnya. Ini berarti, adanya kemampuan dari dunia pendidikan untuk menyingkirkan, atau paling sedikit mulai mengurangi ketidakpastian yang mendalam [yang ada dalam diri peserta didik] untuk mencapai suatu kepastian.
- Penggunaan tekhnologi tinggi dalam pendidikan. Teknologi diperlukan dalam pembangunan. Pembangunan adalah segala kegiatan manusia untuk memenuhi keperluan dan meningkatkan taraf hidupnya. Karena untuk meningkatkan taraf hidup tersebut, melalui pendidikan manusia mengembangkan tekhnologi. Kemudian memakai hasil tekhnologi yang didapat dan dikembangkannya untuk membantu dan mengembangkan pendidikan. Jadi, melalui pendidikan, manusia menghasilkan teknologi; dan dengan tekhnologi manusia mengembangkan pendidikan. Artinya, setiap institusi pendidikan akan berusaha dapat mempergunakan hasil tekhnologi dalam pendidikan.
- Pendidikan [harus] terfokus pada manusia dan kemanusiaanya sekaligus bersifat manusiawi; artinya berdampak perubahan pada manusia.
- Pendidikan harus selaras dan mampu mengembangkan iptek; dan iptek menghasilkan aneka barang atau benda serta jasa untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan manusia dan masyarakat.
- Memberi perhatian besar pada HAM. Modernisasi, juga menjadikan manusia menemukan makna hidupnya serta kesamaan universal sebagai sesama manusia di manapun mereka berada. Karena kesamaan universal itu, memunculkan perhatian pada harkat, harga diri, serta nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian, jika terjadi pelanggaran terhadap hal-hal yang menyangkut kemanusiaan seseorang, maka akan menadapat sorotan secara internasionbal. Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, peserta didik dihadapkan dengan pelanggaran HAM yang terjadi setiap hari. Oleh sebab itu, pendidikan harus memberi porsi yang besar terhadap segala sesuatu yang menyangkut HAM. Hal tersebut dilakukan agar peserta didik terpanggil utnuk memperjuangkan HAM untuk pribadinya, bangsa dan negara, serta umat manusia secara universal.
- Melakukan perbaikan terhadap informasi sampah yang diterima peserta didik. Pada umumnya, peserta didik di masyarakat dunia ketiga [termasuk Indonesia] berada atau hidup dalam situasi tiga millenium sekaligus; mereka akan menadapat arus informasi yang [mungkin] bertolak belakang dengan nilai-nilai hidup dan kehidupannya. Oleh sebab itu, institusi pendidikan [formal dan informal] harus mampu memberikan informasi yang benar dan tepat serta menyeluruh sehingga mampu melindungi peserta didik dari ekses-ekses informasi sampah.
- Adanya upaya mencari keuntungan melalui pendidikan. Pada masa kini [dan mungkin akan terus berlangsung] setiap manusia menginginkan apapun yang dilakukannya menghasilkan keuntungan secara ekonomi. Hal itu pun terjadi pada pendidikan; sehingga menjadi industri pendidikan. Ini berarti, penyelenggara pendidikan [yang berinvestasi pada insitusi pendidikan] berusaha mendapat keuntungan dari institusi yang dikelolanya. Dan upaya untuk mendapat keuntungan tersebut, menjadikan peserta didik akan membayar mahal kepada penyelengara pendidikan. Jika itu terjadi, maka pendidikan yang telah menjadi industri pendidikan tersebut, akan menghasilkan atau menjadikan orang-orang yang berusaha agar mendapatkan kembali kerugian karena membayar mahal selama pendidikan. Akibat dari upaya mendapatkan kembali tersebut, akan menghasilkan manusia serakah yang hanya berorientasi keuntungan ekonomi, egois, materialistik, korupsi, kolusi, nepotisme, manipulasi sekaligus merugikan dan mengkesampingkan kepentingan umum, serta mengacaukan hidup dan kehidupan masyarakat.
- Minimnya fasilitas, prasarana, sarana pendukung pendidikan. Minimnya anggaran negara untuk perbaikan pendidikan dan kesejahteraan para pendidik, juga merupakaan sumbangan kepada ketidakmajuan pendidikan pada berbagai daerah di Indonesia. Pada banyak tempat di Indonesia, ditemukan sekolah-sekolah yang rusak serta minim fasilitas; hanya mempunyai dua atau tiga guru yang mengajar untuk semua kelas; anak-anak usia sekolah tidak mempunyai kesempatan belajar, karena berbagai kendala sosial dan ekonomi; dan lain sebagainya.
- Pendidikan harus menghasilkan ilmuwan yang bertanggungjawab kepada kesejahteraan semua umat manusia; artinya ia harus mengaplikasikan semua pengetahuannya dalam bentuk hal-hal positip dan membangun demi kelangsungan hidup dan kehidupan. Ilmuwan yang bertanggungjawab dan komitmen pada profesinya, dan harus berani mengkesampingan batas-batas SARA; ia mampu merubah manusia menjadi lebih baik sesuai bidangnya tanpa mempersoalkan latar belakang orang tersebut
Solusi
menghadapi tantangan masa depan pendidikan di Indonesia
Upaya yang
dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi tantangan pendidikan ialah dengan meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia yaitu usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum dan proyek
peningkatan lain: Proyek
Perpustakaan, Proyek
Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) dan Bantuan Khusus Murid/BSM
dll.
Selain itu juga memberikan penghargaan kepada insan pendidikan, meningkatkan profesionlisme
guru dan pendidik, sebisa mungkin kurangi dan berantas korupsi karena sangat
merugikan negara.
Dalam konteks pembangunan sektor pendidikan, pendidik
merupakan pemegang peran yang amat sentral. Guru adalah jantungnya pendidikan.
Tanpa denyut dan peran aktif guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa
pun tetap akan sia-sia. Sebagus apa pun dan semodern apa pun sebuah kurikulum
dan perencanaan strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang
berkualitas, tidak akan membuahkan hasil optimal. Artinya, pendidikan yang baik
dan unggul tetap akan tergantung pada kondisi mutu guru. Beberapa upaya untuk
meningkatkan mutu guru adalah sebagai berikut:[8]
Sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Hingga saat ini sertifikasi bagi guru
dalam jabatan dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan pelaksanaan
sertifikasi dilakukan dalam bentuk portofolio sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007.
Sertifikasi guru
dalam jabatan merupakan kebijakan pemerintah untuk memenuhi standar guru yang
dipersyaratkan, yaitu memiliki kualitas akademik minimal S-1/D-IV yang relevan
dan memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran (agent of learning)
dan key person in the classroom (Davies dan Ellison, 1992). Sertifikasi
guru merupakan upaya peningkatan mutu guru yang disertai peningkatan
kesejahteraan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan
pendidikan di tanah air secara berkesinambungan. Bentuk kesejahteraan guru
adalah tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji dan diberikan apabila
seorang guru telah memperoleh sertifikat pendidik.
Sertifikasi guru
memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu untuk memberikan kesejahteraan yang
lebih baik kepada guru, dan sekaligus untuk meningkatkan kualitas guru. Namun
demikian, dalam pelaksanaan sertifikasi guru perlu adanya pengawasan. Jika
tidak dikhawatirkan akan terjadi praktik-praktik yang tidak seharusnya
dilakukan seperti KKN yang dilakukan antara institusi yang diberi kewenangan
untuk melakukan uji sertifikasi dengan para guru yang berkeinginan sekali untuk
lulus dan mendapat sertifikat pendidik. Oleh karena itu, baik pemerintah,
masyarakat, dan organisasi profesi pendidik terutama PGRI serta organisasi
sejenis harus saling bersinergi dan bekerja keras untuk mengawasi dan memantau
pelaksanaan sertifikasi sehingga benar-benar dapat dilaksanakan sesuai dengan
harapan. Jika diperlukan, bisa dibentuk lembaga pemantau dan pengawas
independen pelaksanaan sertifikasi guru.
2.
Continuous Professional Development (CPD)
Upaya lain yang
dilakukan dalam rangka peningkatan mutu dan profesionalisme guru juga
telah dilakukan oleh pemerintah. Peningkatan profesionalisme dilakukan melalui
pendidikan, pelatihan-pelatihan singkat maupun berkesinambungan, dengan
pembiayaan dari pemerintah, yang dikenal dengan Continuous Professional
Development (CPD). Beberapa upaya
yang dilakukan dengan pendekatan CPD
ini adalah dengan memberdayakan unsur-unsur sebagai berikut.
a.
KKG (Kelompok Kerja Guru) dan MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
KKG merupakan kelompok atau forum musyawarah kerja
guru di tingkat pendidikan dasar, sedangkan MGMP yaitu forum musyawarah kerja
guru di tingkat pendidikan menengah, yang tercatat dan diakui keberadaannya
oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan.
Kaitannya dengan kualifikasi dan sertifikasi guru
maka KKG/MGMP dapat menjadi tempat para guru untuk saling membantu dalam meningkatkan
kemampuannya guna mencapai kualifikasi standar guru yang disyaratkan (S1/D4)
dan sertifikasi profesi sebagai guru. Dalam KKG/MGMP para guru dapat saling
belajar dan saling memberikan semangat untuk maju bersama meningkatkan
kualifikasi dan profesionalitasnya secara terus menerus.
b.
KKKS (Kelompok Kerja Kepala
Sekolah) dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah)
Kepala sekolah dapat beperan positif terhadap
perkembangan para guru, yaitu para kepala sekolah mampu meningkatkan
potensi guru-guru sekaligus memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk maju
bagi para guru guna meningkatkan komitmen tanggung jawab tugasnya.
Para guru perlu mendapatkan dorongan kuat dari para
kepala sekolah untuk berani keluar dari dunia rutinitas hariannya masuk kedalam
dunia dinamis yang merupakan syarat dari sutau perkembangan profesionalisme
para guru itu sendiri dalam rangka meningkatkan kompetensi untuk mendukung
tugas luhurnya sebagai guru yang profesional.
Sebaliknya kepala sekolah dapat menjadi penghambat
perkembangan para guru, jika para guru tidak mendapat dukungan untuk secara
dinamis mengembangkan potensinya dengan berinteraksi dengan jaringan guru-guru
dari satuan pendidikan lainnya dan lembaga-lembaga lainnya. Dengan interaksi
keluar yang terarah maka para guru akan mendapatkan berbagai best practices
dari jaringannya sehingga individualnya akan terbangkitkan untuk maju bersama
rekan guru lainnya.
c.
LPMP dan P4TK
Dalam upaya menumbuhkembangkan KKG dan MGMP, perlu
mendapatkan pasokan informasi, material dan juga finansial secara sistematis
sampai mereka menjadi grup-grup dinamis yang dapat mengembangkan dan membiayai
kelompoknya sendiri. Lembaga yang dapat memberikan masukan diantaranya Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidik (LPMP) dan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan (P4TK). Fungsi LPMP dan P4TK terkait dengan
pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan adalah antara lain:
a. LPMP
dan P4TK dapat berperan dalam mengembangkan profesionalisme guru melalui
berbagai kegaiatan dengan bekerjasama dengan KKG/MGMP.
b. LPMP
dan P4TK dapat membuat jaringan kerja dinamis dengan seluruh KKG/MGMP di
daerahnya masing-masing.
c. Pembuatan
jaringan dapat dimulai dengan pendataan profil dan pemetaan KKG/MGMP, membuat
perencanaan pengembangan jaringan kerja yang menghubungakan antara KKG/MGMP dan
LPMP dan P4TK.
d. Selanjutnya
LPMP/P4TK dapat mendorong para vocal point (wakil aktif) tiap-tiap
KKG/MGMP untuk selalu saling berinteraksi melalui berbagai media baik Email,
SMS, telepon, pertemuan langsung dan lain-lain. Semakin intensif
interaksi antar mereka semakin cepat perkembangan KKG/MGMP dan juga
perkembangan LPTK dan P4TK.
d.
Perguruan Tinggi (PT/LPTK)
Lembaga Perguruan Tinggi baik LPTK maupun Perguruan
Tinggi umum lainnya mempunyai peranan signifikan dalam peningkatan
profesionalisme guru:
a) Perguruan
Tinggi dapat menyumbangkan andilnya dalam menjalin kerjasama dan akses networking dengan para guru atau
KKG/MGMP.
b) Perguruan
Tinggi dapat menjadi acuan kemajuan dalam bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi
yang diperlukan para guru dalam mengaktualisasikan pengetahuannya.
c) Perguruan
Tinggi dapat melakukan kegiatan-kegiatan di satuan-satuan pendidikan guna ikut
mengaktifkan guru-guru dan menjalin hubungan kerjasama pengembangan pedidikan.
Dengan semakin banyak persinggungan antara para guru dalam KKG/MGMP maka
semangat peningkatan kualifikasi guru akan semakin meningkat.
d) Kuliah
Kerja Nyata (KKN) dari Perguruan Tinggi dapat diarahkan guna ikut membina
satuan-satuan pendidikan beserta tenaga gurunya, sehingga secara reguler mendapatkan
suntikan motivasi, tenaga dan informasi dari mahasiswa dan dosen-dosen
perguruan tinggi.
e) Perguruan
tinggi dapat melakukan networking ke
satuan-satuan pendidikan dan KKG/MGMP atau sebaliknya guna saling memahami
permasalahan yang ada dan selanjutnya mejalin kerjasama.
e.
Assosiasi
profesi
Dalam
rangka meningkatkan profesionalisme guru berkelanjutan, peranan assosiasi
profesi guru yang ada sangat signifikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai cara sebagai berikut.
a. LPMP/P4TK
dan KKG/MGMP dapat menjalin kerjasama dengan assosiasi guna lebih mengembangkan
sayap kerjanya untuk meningkatkan mutu guru.
b. Assosiasi
dapat bekerjasama dalam menggerakkan dinamika guru dengan berbagai macam
kegaiatan yang mengarah pada pemberdayaan individu dan kelompok guru. Bagi
assosiasi hal ini sangat penting karena asosiasi akan semakin mendapat
legitimasi luas sebagai organisisi yang benar-benar memperjuangkan kemajuan
guru.
c. Asosiasi
dapat mengembangkan hubungan kerja LPMP/P4TK, KKG/MGMP dan guru secara
networking, dimana ”saling tergantung” diubah menjadi ”saling
mendukung”, dari ”saling berebut” menjadi ”saling berbagi” dan dari
”saling berusaha merugikan” menjadi ”saling berusaha menguntungkan”, dari
“saling menyembunyikan informasi” menjadi “saling sharing informasi”, dan
sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Adanya perencanaan dapat mengetahui
kekurangan dan kelebihan setiap pekerjaan yang sedang dijalankan, sehingga
dapat diberikan suatu evaluasi untuk mengatasi sebuah hambatan – hambatan yag
dihadapi, sehingga dapat menghasilkan suatu pekerjaan yang maksimal.
Dua jenis hambatan utama terhadap pengembangan rencana
yang efektif, yaitu
a.
Perlawanan
internal.
b.
Yang terdapat di luar (Perlawan eksternal)
Adapun
cara mengatasinya sebagaiberikut:
1. Melibatkan para pegawai,
2. Memberikan banyak informasi kepada para pegawai tentang
rencana dan kemungkinan akibat-akibatnya sehingga mereka memahami perlunya
perubahan, manfaat yang diharapkan dan apa yang diperlukan untuk pelaksanaan
yang efektif.
3. Mengembangkan suatu pola perencanaan dan penerapan yang
efektif,
4. Menyadari dampak dari perubahan-perubahan yang diusulkan
oleh para anggota organisasi dan memperkecil gangguan yang tidak perlu.
Terdapat
beberapa tantangan masa depan pendidikan di Indonesia, antara lain:
a.
Kualitas
pendidikan
b. Kualitas kurikulum
c. Guru
d. Relevansi pendidikan
e. Pemerataan pendidikan
Beberapa upaya untuk
meningkatkan mutu atau kualitas guru adalah sebagai berikut:
a.
Sertifikasi guru
b. Continuous Professional Development (CPD)
B. Saran
Semua
elemen sekolah dan juga pemerintah harus bersinergi secara positif untuk
mewujudkan masa depan pendidikan yang berkualitas.
Demikian
yang dapat penulis sampaikan, penulis berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca khususnya dan pelajaran bagi penulis
sendiri. Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
bermanfa’at.
DAFTAR PUSTAKA
Adriand, Indra
Jaya Perencanaan dan Manajemen
Pembangunan Pendidikan,
indrajayaadriand.wordpress.com, 2008
Asnawir,
Manajemen Pendidikan, Padang: IAIN IB Press, 2006
Yayat M. Herujito, dasar-dasar manajemen, (PT
Grasindo, jakarta :2001)
Ibid, hal. 98
Rusliana,Ade, Blog Manajemen Pendidikan Indonesia, http://www.smanraja.blogspot.com/2007/08/model-model-perencanaan-pendidikan
Yayat M. Herujito, dasar-dasar manajemen, (PT
Grasindo, jakarta :2001).
Adelia Sandra http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/tantangan-masa-depan-pendidikan-di.html
http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/tantangan-masa-depan-pendidikan-di.html
[1]
Adriand, Indra
Jaya , Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Pendidikan,
indrajayaadriand.wordpress.com, 2008/04/04
[2]
Asnawir, Manajemen Pendidikan, Padang: IAIN IB Press,
2006.
[3]
Yayat M. Herujito, dasar-dasar
manajemen, (PT Grasindo, jakarta :2001) cet. 1, Hal. 97
[4]
Ibid, hal. 98
[5]
Rusliana,Ade, Blog Manajemen Pendidikan Indonesia, http://www.smanraja.blogspot.com/2007/08/model-model-perencanaan-pendidikan
[6]
Yayat M. Herujito, dasar-dasar
manajemen, (PT Grasindo, jakarta :2001) cet. 1, Hal.98.
[7]
Adelia Sandra http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/tantangan-masa-depan-pendidikan-di.html
[8]
http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/tantangan-masa-depan-pendidikan-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar